Bismillahirrohmanirrohim…
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dari ungkapan Kiai di atas saya
berfikir mengapa kok bisa demikian?...
Namun setelah beberapa kali perenungan
saya mulai berfikir dan mengambil kesimpulan kenapa Kiai itu berani mengatakan
seperti itu. Mari kita coba mengurai makna tersebut.
Santri adalah sebutan bagi seseorang
yang mengikuti pendidikan ilmu agama islam di suatu tempat yang dinamakan
pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.
Yang namanya pesantren tentu ada peraturan yang apabila melanggar akan
dikenakan hukuman. Pesantren NU umumnya selalu dipimpin atau dibimbing oleh
Kiai – Kiai yang kharismatik yang berdakwah mengajarkan ilmu agama islam dengan
penuh kesabaran dan keuletan dalam proses mencetak pendakwah – pendakwah yang
mumpuni dan bisa di andalkan di masyarakat, saking alimnya, saking banyaknya
perbendaharaan dan referensi ilmu, saking taatnya kepada agama sehingga sebagai
santri yang sedang menuntut ilmu agama islam mempercayakan segala sesuatunya
kepada para Kiainya, sehingga tidak ada lagi perdebatan antara santri dengan
Kiainya karena sebagai santri sendiri sadar se sadar – sadarnya bahwa dia belum
tahu banyak tentang rambu – rambu hidup di dunia ini, ada larangan dan
perintah, ada hukumnya wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram serta pembagian –
pembagian dari setiap hukum tersebut. Ibarat tukang masak, orang yang faham
rasa dan ukuran menaburkan bumbu dalam memasak sayur sehingga rasanya pas dan
akan sangat berbeda dengan orang yang belum faham rasa dan ukuran menaburkan
bumbu, karena bisa jadi terlalu manis, terlalu asin, terlalu pahit, terlalu
kecut dan sebagainya maka alangkah baiknya belajar dulu sebelum diterjunkan
untuk mengapdi ke masyarakat. Sopan santun, etika atau tatakrama santri
terhadap Kiainya yaitu Sami’na wa atho’na ( Kami dengar dan kami ta’ati ) bukan
kami dengar dari telinga kanan dan keluar ke telinga kiri. Ada seorang Kiai
mengatakan kepada santri – santrinya demikian “ Jika kalian berani keluar
pesantren ini tanpa ijin pengurus maka ilmu kalian tidak akan barokah “ sontak
para santri tidak berani melanggar apa yang disampaikan Kiai tersebut karena
takut ilmunya tidak manfaat dan tidak barokah dalam kehidupannya.
Berbeda lagi dengan Masyarakat, Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan
satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang
sama.Seperti; sekolah, keluarga,perkumpulan, Negara semua adalah masyarakat . Dalam masyarakat suatu lingkungan
yang dipimpin dan diatur oleh Presiden, Gubernur, Bupati, Kepala Desa, Rukun
Tetangga ( RT ), Rukun Warga ( RW ) dsb. Masih di tambah dengan pasukan
keamanan seperti Kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja, Hansip, Security dan
sebagainya ketika para pejabat tersebut mengeluarkan Permen ( Peraturan
Pemerinta ) ataupun Perda ( Peraturan Daerah ) selalu saja ada terjadi
pelanggaran – pelanggaran, contohnya pemerintah mengatur lalu lintas dilarang
ngebut, trek trekan di jalan raya, melanggar lampu merah, harus memakai helm
standar, punya SIM dsb. Saat mengendarai sepeda motor di jalan raya, namun
tidak semua orang mentaati sehingga terjadi pelanggaran dan terjadi kecelakaan
dan sebagainya padahal peraturan – peraturan tersebut dibuat untuk melindungi
hak – hak warga Negara itu sendiri dan orang lain, misalnya kalau ngebut –
ngebut kalau jatuh siapa yang sakit? …Kalau menabrak orang lain siapa yang
dirugikan?...kalau jatuh dan kepala kena jalan aspal kira – kira sakit apa
tidak ( Bahkan bisa pecah kepala jika terlalu keras ), kalau melanggar lampu
merah dan tertabrak orang yang sudah lampu hijau siapa yang salah?...urusan
bakal panjangkan sobat????...
Jadi kalau santri di pesantren
mentaati pesan atau wejangan Kiai insyaallah selamat, tidak harus tersandung
batu atau terprosok ke jurang dulu baru sadar baru faham dan baru dapat
pelajaran, tapi kalau masyarakat terhadap peraturan pemerintah tidak akan
sadar, tidak akan dapat pelajaran kalau belum jatuh duluan, nabrak orang duluan
dan sebagainya. Namun hal itu bisa di antisipasi jika kita mau merenung menahan
diri dan menyadari bahwa hidup ini bukan main – main, bukan seperti main game
house jika game over bisa mulai start lagi dari awal.
Kang Meydi ( Kang Yeyen ) Pengurus
Pagar Nusa Ranting Batu Kajang juga menyampaikan atau sharing kepada saya (
Admin 06/09/2014) via telp. Seluler bahwa Para Warga Pagar Nusa dan Santri –
santrinya juga harus di bimbing kerohaniannya, ke Agamaannya, ke NU annya dan ke
Aswajaannya supaya tidak hanya bisa kelahi, memukul, menendang, membanting
lawan tapi juga harus bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana
perintah dan mana larangan ( Untuk mengetahui mana perintah dan larangan harus
aktif mengikuti pengajian dan pengkajian ) sehingga menjadi Warga Pagar Nusa
yang Sejati selamat di Dunia dan di Akhirat. Kalau ada masalah tidak harus
diselesaikan dengan otot atau Kekerasan namun bisa diselesaikan dengan cara
yang santun dan bijaksana, bahwa orang yang selalu menyelesaikan dengan
kekerasan itu artinya orang yang kurang pendidikan, bisa dengan kekerasan namun
itu sifatnya hanya untuk pertahanan. Mari kita mencari persahabatan –
persodaraan dengan siapa saja dan mari kita buktikan bahwa Pagar Nusa Paser
anti kekerasan.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Salam
Santun Admin http://paserpagarnusa.blogspot.com