Senin, 08 September 2014

Pagar Nusa Menatap Masa Depan


Bismillahirrohmanirrohim…
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Seorang KIAI ( Kedalaman Ilmu Agama Islam ) pernah mengatakan “ Mengurus jutaan santri di pondok pesantren lebih mudah daripada mengurus ribuan orang di masyarakat “.
Dari ungkapan Kiai di atas saya berfikir mengapa kok bisa demikian?...
Namun setelah beberapa kali perenungan saya mulai berfikir dan mengambil kesimpulan kenapa Kiai itu berani mengatakan seperti itu. Mari kita coba mengurai makna tersebut.
Santri adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan ilmu agama islam di suatu tempat yang dinamakan pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Yang namanya pesantren tentu ada peraturan yang apabila melanggar akan dikenakan hukuman. Pesantren NU umumnya selalu dipimpin atau dibimbing oleh Kiai – Kiai yang kharismatik yang berdakwah mengajarkan ilmu agama islam dengan penuh kesabaran dan keuletan dalam proses mencetak pendakwah – pendakwah yang mumpuni dan bisa di andalkan di masyarakat, saking alimnya, saking banyaknya perbendaharaan dan referensi ilmu, saking taatnya kepada agama sehingga sebagai santri yang sedang menuntut ilmu agama islam mempercayakan segala sesuatunya kepada para Kiainya, sehingga tidak ada lagi perdebatan antara santri dengan Kiainya karena sebagai santri sendiri sadar se sadar – sadarnya bahwa dia belum tahu banyak tentang rambu – rambu hidup di dunia ini, ada larangan dan perintah, ada hukumnya wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram serta pembagian – pembagian dari setiap hukum tersebut. Ibarat tukang masak, orang yang faham rasa dan ukuran menaburkan bumbu dalam memasak sayur sehingga rasanya pas dan akan sangat berbeda dengan orang yang belum faham rasa dan ukuran menaburkan bumbu, karena bisa jadi terlalu manis, terlalu asin, terlalu pahit, terlalu kecut dan sebagainya maka alangkah baiknya belajar dulu sebelum diterjunkan untuk mengapdi ke masyarakat. Sopan santun, etika atau tatakrama santri terhadap Kiainya yaitu Sami’na wa atho’na ( Kami dengar dan kami ta’ati ) bukan kami dengar dari telinga kanan dan keluar ke telinga kiri. Ada seorang Kiai mengatakan kepada santri – santrinya demikian “ Jika kalian berani keluar pesantren ini tanpa ijin pengurus maka ilmu kalian tidak akan barokah “ sontak para santri tidak berani melanggar apa yang disampaikan Kiai tersebut karena takut ilmunya tidak manfaat dan tidak barokah dalam kehidupannya.
Berbeda lagi dengan Masyarakat, Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama.Seperti; sekolah, keluarga,perkumpulan, Negara semua adalah masyarakat . Dalam masyarakat suatu lingkungan yang dipimpin dan diatur oleh Presiden, Gubernur, Bupati, Kepala Desa, Rukun Tetangga ( RT ), Rukun Warga ( RW ) dsb. Masih di tambah dengan pasukan keamanan seperti Kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja, Hansip, Security dan sebagainya ketika para pejabat tersebut mengeluarkan Permen ( Peraturan Pemerinta ) ataupun Perda ( Peraturan Daerah ) selalu saja ada terjadi pelanggaran – pelanggaran, contohnya pemerintah mengatur lalu lintas dilarang ngebut, trek trekan di jalan raya, melanggar lampu merah, harus memakai helm standar, punya SIM dsb. Saat mengendarai sepeda motor di jalan raya, namun tidak semua orang mentaati sehingga terjadi pelanggaran dan terjadi kecelakaan dan sebagainya padahal peraturan – peraturan tersebut dibuat untuk melindungi hak – hak warga Negara itu sendiri dan orang lain, misalnya kalau ngebut – ngebut kalau jatuh siapa yang sakit? …Kalau menabrak orang lain siapa yang dirugikan?...kalau jatuh dan kepala kena jalan aspal kira – kira sakit apa tidak ( Bahkan bisa pecah kepala jika terlalu keras ), kalau melanggar lampu merah dan tertabrak orang yang sudah lampu hijau siapa yang salah?...urusan bakal panjangkan sobat????...
Jadi kalau santri di pesantren mentaati pesan atau wejangan Kiai insyaallah selamat, tidak harus tersandung batu atau terprosok ke jurang dulu baru sadar baru faham dan baru dapat pelajaran, tapi kalau masyarakat terhadap peraturan pemerintah tidak akan sadar, tidak akan dapat pelajaran kalau belum jatuh duluan, nabrak orang duluan dan sebagainya. Namun hal itu bisa di antisipasi jika kita mau merenung menahan diri dan menyadari bahwa hidup ini bukan main – main, bukan seperti main game house jika game over bisa mulai start lagi dari awal.
Kang Meydi ( Kang Yeyen ) Pengurus Pagar Nusa Ranting Batu Kajang juga menyampaikan atau sharing kepada saya ( Admin 06/09/2014) via telp. Seluler bahwa Para Warga Pagar Nusa dan Santri – santrinya juga harus di bimbing kerohaniannya, ke Agamaannya, ke NU annya dan ke Aswajaannya supaya tidak hanya bisa kelahi, memukul, menendang, membanting lawan tapi juga harus bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana perintah dan mana larangan ( Untuk mengetahui mana perintah dan larangan harus aktif mengikuti pengajian dan pengkajian ) sehingga menjadi Warga Pagar Nusa yang Sejati selamat di Dunia dan di Akhirat. Kalau ada masalah tidak harus diselesaikan dengan otot atau Kekerasan namun bisa diselesaikan dengan cara yang santun dan bijaksana, bahwa orang yang selalu menyelesaikan dengan kekerasan itu artinya orang yang kurang pendidikan, bisa dengan kekerasan namun itu sifatnya hanya untuk pertahanan. Mari kita mencari persahabatan – persodaraan dengan siapa saja dan mari kita buktikan bahwa Pagar Nusa Paser anti kekerasan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam Santun Admin http://paserpagarnusa.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar